Jumat, April 19, 2024

Dell: Perusahaan di Indonesia Kesulitan Mengolah Data

Techbiz.id – Dell Technologies mengumumkan hasil riset global yang dilaksanakan oleh Forrester Consulting. Riset Dell ini menemukan bahwa sebagian besar perusahaan di Indonesia kewalahan menangani perkembangan data yang sangat cepat.

Alih-alih menjadi nilai tambah kompetitif bagi perusahaan, data malah jadi beban karena sejumlah faktor penghambat, antara lain kesenjangan keahlian (skill gap) untuk mengelola data, silo data, proses manual, silo bisnis, dan kurangnya keamanan data pribadi.

Riset “Data Paradoks” ini dipicu oleh besarnya volume, kecepatan, dan ragam data yang membanjiri perusahaan, teknologi, sumber daya manusia, dan proses.

Penelitian ini telah melibatkan lebih dari 4.000 pembuat keputusan dari 45 negara dan disusun berdasarkan hasil riset berjudul Digital Transformation Index yang mengukur tingkat kesiapan digital perusahaan-perusahaan di seluruh dunia.

Data dell

Dalam riset Digital Transformation Index terbaru, Dell menemukan faktor kontradiksi tentang “kelebihan data / ketidakmampuan mengolah data menjadi wawasan”, adalah menjadi penghambat transformasi ketiga terbesar di dunia.

Beranjak dari situ, berikut 3 faktor yang ditemukan oleh Dell berdasarkan riset oleh Forrester Consulting:

1. Perbedaan/Paradoks Persepsi

Untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai perbedaan persepsi (paradoks) tersebut, riset ini mengelompokkan pengukuran kesiapan data perusahaan sebagai berikut: Pemula (Data Novice), Teknisi (Data Technician), Antusias (Data Enthusiast), Juara (Data Champion).

Hasilnya menunjukkan bahwa 88% perusahaan di Indonesia belum menunjukkan kemajuan, baik dari sisi teknologi dan pemrosesan data dan/atau budaya dan kemampuan mereka mengelola data. Hanya 12% perusahaan di Indonesia yang masuk dalam kategori Data Champion: yaitu, perusahaan-perusahaan yang secara aktif terlibat di teknologi/pemrosesan data dan memiliki budaya/kemampuan mengelola data. Bahkan, riset ini menunjukkan bahwa 62% perusahaan di Indonesia masih jauh dari tujuan transformasi digital mereka.

2. Paradoks “Ingin Lebih Dari yang Bisa Mereka Kelola”

Riset ini menemukan 72% perusahaan di Indonesia mengumpulkan data lebih cepat daripada kemampuan mereka untuk menganalisa dan menggunakannya. Tetapi sebanyak 67% menyatakan mereka tetap membutuhkan lebih banyak data daripada kemampuan yang mereka miliki saat ini.

Paradoks ini mungkin terjadi karena 58% perusahaan di Indonesia menyimpan mayoritas data di pusat data yang mereka miliki atau kelola sendiri. Meskipun mereka tahu manfaat dari pemrosesan data di edge (tempat data dihasilkan).

Akibatnya, ledakan data ini membuat perusahaan harus bekerja lebih keras, bukan lebih mudah: 63% mengeluh data yang mereka miliki begitu banyak sehingga tidak bisa memenuhi persyaratan keamanan dan kepatuhan, 67% mengatakan tim mereka sudah kewalahan dengan data yang mereka miliki.

3. Paradoks “Melihat Tanpa Bertindak”

Dalam 18 bulan terakhir, sektor on-demand berkembang pesat, memicu gelombang baru bisnis yang menerapkan data-pertama (data-first) dan data-dari-manapun (data-anywhere). Tapi hanya 21% perusahaan di Asia Pasifik dan Jepang yang telah mengalihkan sebagian besar aplikasi dan infrastruktur TI mereka ke model as-a-Service, sementara di Indonesia baru 12%.

Namun, 65% perusahaan di Indonesia melihat peluang untuk mengembangkan atau mengubah permintaan konsumen. Riset juga menemukan bahwa model on-demand akan membantu sekitar 81% perusahaan di Indonesia yang saat ini tengah menghadapi salah satu atau semua hambatan berikut untuk bisa mengumpulkan, menganalisis, dan mengambil keputusan yang berbasis data dengan lebih baik.

Solusi mengubah data dari beban menjadi keunggulan

Richard Jeremiah, General Manager, Dell Technologies, Indonesia menyampaikan ada 3 cara yang bisa dilakukan perusahaan guna mengubah data menjadi keunggulan, alih-alih beban.

Pertama adalah melakukan modernisasi infrastruktur TI agar bisa langsung memproses data di sumbernya, yaitu di edge.

“Langkah ini termasuk membawa infrastruktur dan aplikasi perusahaan lebih dekat ke lokasi dimana data perlu diambil, dianalisis, dan ditindaklanjuti” ujar Richard, Rabu (25/8).

Itu dapat dilakukan perusahaan sambil mencegah pertumbuhan data dengan mempertahankan model operasional multi-cloud yang konsisten.

Baca juga: Tingkatkan Daya, Dell Kenalkan PowerStore 500

Lebih lanjut, Richard menyebutkan perusahaan juga perlu mengoptimalkan saluran data, sehingga data dapat mengalir dengan bebas dan aman saat ditambahkan kemampuan Artificial Intelligent (AI)/Machine Learning (ML) 

Dan terakhir adalah “Mengembangkan software yang menghadirkan pengalaman personal dan terintegrasi yang diinginkan konsumen.” pungkasnya.

Terkait

Artikel Terkait

Memajukan Potensi Digital Bersama Gerakan 100% untuk Indonesia

Techbiz.id - Akses internet merupakan salah satu sarana terbaik untuk membuka berbagai peluang baru bagi masyarakat. Tergantung bagaimana pemanfaatannya,...