Minggu, November 3, 2024

Transformasi Listrik Pintar Menuju Listrik Cerdas via Ponsel

Techbiz.id – Seorang sahabat bercerita tentang bisnis kos-kosannya kepada saya. “Sekarang enak,” katanya. “Masalah listrik yang dulu repot itung-itungannya dengan penghuni kos, sekarang pake token aja beres,” sambungnya.

Begitulah teknologi, selalu memberikan solusi dan kemudahan. Salah satunya adalah implementasi “Listrik Pintar”, alias sistem berlangganan PLN cara prabayar. Rekonsiliasi posisi meteran listrik pasca bayar yang sering bikin silang pendapat antara pemilik rumah dan penyewanya, dengan sistem token menjadi teratasi tuntas, tas.

Ssst, ada tapinya. Sekarang sudah zaman digital dan serba on line, tapi mengapa pulsa token listrik masih belum bisa dikontrol secara remote via ponsel? Padahal, bila diotomatisasi, maka rumah kosong akan tetap menyala karena penghuninya yang berada di luar kota dapat mengecek dan mengisi pulsa tokennya langsung dari ponselnya.

Sekeliling kita telah berubah. Order Gojek atau beli pisang goreng aja sekarang bisa secara on line. Ironisnya, urusan token PLN sampai detik ini masih seperti mengisi voucher ponsel 10 tahun yang lalu. Ingat kan? Beli voucher, digesek pelapisnya, kemudian muncul angka 16 digit. Deretan angka ini, secara manual lalu dimasukkan ke ponsel.

Top up token listrik, teknologinya memang belum top dan belum up. Boleh dibilang masih “nanggung” dan konvensional, karena pelanggan masih harus dibuat repot dengan memindahkan 20 digit kode token pesanannya secara manual ke tombol meteran. Ribet. Jadi kalau disebut “listrik pintar”, lalu pinternya di mana?

Dibandingkan proses top up pulsa ponsel atau uang elektronik, mengontrol kuota pulsa token di meteran listrik, teknis switching nya memang sedikit ruwet. Handphone kita dengan mudah terhubung ke sentral token dan masuk ke dalam aplikasi pulsa token. Masalahnya adalah bagaimana meneruskan kode biner tersebut dari sentral ke meteran listrik di rumah dan kemudian mengkonversikannya menjadi pulsa token.

Tapi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan memberi cara guna mengomando meteran listrik melalui aplikasi di ponsel. Kerja bareng antara PLN, Operator seluler dan industri TIK pastilah dapat mensolusi masalah teknis minor ini. Apalagi turunan perangkat inteligent artificial (IA) sekarang sudah tersedia dengan pelbagai variannya. Banyak yang menduga, bahwa problematika penerapannya adalah bukan soal teknis, tapi justru ada di faktor non teknis.

Kala prabayar simPATI awal mula dikenalkan, saya tak luput “dibodoh-bodohin” teman sejawat. Mereka mengomentari bahwa pelanggan akan menjadi pelit dan itung-itungan untuk nelepon dan kirim SMS. Tapi saya merangsek terus dan sekarang nyatanya 96% dari 320 juta pelanggan seluler Indonesia pakai prabayar. Sekitar Rp200 Triliun uang masyarakat Indonesia dibelanjakan untuk pulsa seluler setiap tahunnya. Luar biasa.

Bila PLN beranggapan bahwa investasi tambahan untuk meng-online-kan sistem tokennya terlalu mahal atau pelanggan akan jadi irit menggunakan listriknya, boleh jadi fenomena berpikirnya sama dengan penerapan simPATI 20 tahun silam. Mudah-mudahan tidak begitu adanya.

Namun PLN bisa bench mark ke Cina (Utara). Di sana pelanggan prabayar listrik sudah menikmati sistem top up tokennya secara online dan real time via ponsel. Bisa sentralisasi terpusat melalui sentral token atau desentralisasi, sistem langsung oleh pelanggannya. Penerapan seperti ini adalah bahagian dari konsep Smart City atau Smart Home berbasis internet of things. Di Indonesia, Telkom pun sudah biasa melakukan proyek-proyek semacam ini.

Kompetisi di sektor bisnis seluler, perbankan dan SPBU sejatinya telah dengan nyata menjadikan industri semakin kompetitif karena adanya banyak pilihan. Persaingan akan melahirkan kreativitas dan fleksibilitas, hukum ekonominya seperti itu.

Soal PLN yang masih monopoli, biarlah Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri ESDM dan DPRRI Komisi VIII yang memikirkan. Buat masyarakat, selama listriknya nggak byar-pet, layanannya cepat, dan tarifnya wajar; rasanya monopoli PLN akan tetap maslahat dan oke saja. Tapi cara top up token yang masih manual sejak implementasi konsep listrik pintar tahun 2008, tak pelak lagi, ini adalah PR buat Direksi PLN yang baru, karena menyangkut hajat kita semua. Serius.

Presiden Jokowi sudah mencanangkan program revolusi industri “Making Indonesia 4.0” dua tahun yang lalu. Masyarakat ekonomi sekarang tengah menikmati digitalisasi kehidupan, karenanya kita berharap agar listrik pintar PLN juga ikut derap langkah dan gerakan transformasi digital Indonesia.

Istimewanya, sistem online bersifat interaktif. Pelanggan setiap saat akan bisa mengecek saldo tokennya via handphone, begitu juga bila mau kirim pulsa ke nomor token yang lain. Di zaman digital, semua transaksi akan menjadi mungkin via aplikasi ponsel di tangan Anda.

Kuncinya adalah sinergi dan kolaborasi PLN dengan provider dan pelaku TIK. Teknologi bisa dikembangkan dan kompetensi SDM TIK Indonesia ada. Masalah modal? Jangan salah, revenue PLN ratusan triliun rupiah, Bro. Yang tersisa adalah komitmen dan kemauan, plus e-leadership.

Tidak berlebihan, untuk kenyamanan pelanggan dan kemajuan negeri tercinta, proses digitalisasi PLN harus terasa sampai ke meteran dan ponsel pelanggan. Guna mencapai cita-cita perusahaan berkelas dunia dan mengantar kehidupan masyarakat yang lebih baik, listrik pintar no way harus bertransformasi menjadi “listrik cerdas”.

Bila hal ini terwujud, maka pembacaan stan meteran pada sistem listrik pasca bayar pun dapat diotomatkan. Petugas pemotret meteran kelak suatu hari tidak diperlukan lagi. Posisi tagihan listrik akurat dan kepuasan pelanggan meningkat. Semoga. (Garuda Sigardo, Anggota Dewan TIK Nasional)

Terkait

Artikel Terkait

Memajukan Potensi Digital Bersama Gerakan 100% untuk Indonesia

Techbiz.id - Akses internet merupakan salah satu sarana terbaik untuk membuka berbagai peluang baru bagi masyarakat. Tergantung bagaimana pemanfaatannya,...