Techbiz.id – Ketua Bidang Infokom DPP KNPI, Muhammad Ikhsan mengusulkan agar tarif layanan telekomunikasi di Indonesia memiliki keseragaman (satu harga untuk seluruh layanan).
Hal tersebut disampaikannya dalam Webinar yang diselenggarakan Sobat Cyber pada Jumat (5/6) dengan tajuk Urgensi Network Sharing Dalam RUU Omnibus Law Sektor Telekomunikasi di Babak New Normal.
Namun demikian usulan tersebut dinilai sebaga sebuah kemunduran bagi iklim persaingan usaha. Kodrat Wibowo Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pun menolak secara tegas usulan tersebut.
“Fixed Price itu bertentangan dengan UU Persaingan Usaha. Fungsi pasar di industri telekomunikasi sudah berjalan dengan baik. Kalau ada pihak yang menginginkan harga fixed maka mereka meniadakan semangat persaingan usaha yang sehat. Padahal penciptaan persaingan usaha yang sehat sudah ada di dalam UU. Masa kita mau mundur seperti zaman orde baru yang semua dikontrol oleh negara. Indonesia bukan negara sosialis,” terang Kodrat.
Kodrat juga meningatkan, saat ini layanan telekomunikasi bukan lagi sebagai barang publik yang sepenuhnya dikuasai oleh Negara, penetapan harganya sudah diserahkan pada mekanisme pasar. Ini dibuktikan dengan sudah ada beberapa badan usaha yang menyelenggarakan layanan telekomunikasi dan memberikan tarif beragam. Seharusnya semua pihak yang terlibat dan/atau concern dengan industri telekomunikasi dapat memahami hal ini sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi.
Karena tak lagi barang publik yang dimonopoli negara, maka menurut KPPU penetapan tarif telekomunikasi sudah sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar. Kodrat mengatakan, saat ini yang masih dimonopoli dan penguasaannya sepenuhnya dikontrol oleh negara hanya BBM melalui Pertamina dan listrik melalui PLN.
Sejatinya, penetapan satu tarif untuk layanan telekomunikasi di seluruh Indonesia tidak mungkin diwujudkan karena terdapat juga keberagaman dalam hal luas wilayah yang dilayani dan infrastruktur yang tergelar antara satu operator dengan operator yang lain.
Kondisi ini menunjukkan masing-masing operator memiliki target penggelaran infrastruktur yang beragam antara satu dengan yang lain. Kecuali, negara ambil bagian dengan menentukan target penggelaran infrastruktur kepada seluruh operator dalam rangka meminimalisir perbedaan target tersebut.
Kodrat berpendapat dengan persaingan usaha yang sudah sehat, potensi masyarakat untuk mendapatkan tarif yang lebih murah sesuai dengan kebutuhannya akan bisa dicapai. Komisioner KPPU ini mengatakan, lembaganya hanya akan mendukung penetapan formula tarif batas atas yang terjangkau bagi masyarakat. Tujuannya agar pelaku usaha menetapkan harga sesuai harga kewajaran yang tidak merugikan masyarakat.
“Sehingga jika ada pelaku usaha yang bisa memberikan harga yang murah bagi masyarakat, KPPU mempersilahkan. Dari pada KNPI mengusulkan penetapan satu tarif, lebih baik mereka membantu regulator telekomunikasi untuk segera membuat standar kualitas layanan. Tujuannya agar konsumen dapat mengerti harga yang dibelinya sesuai kualitas yang mereka terima. Jadi masyarakat bisa sadar kalau harga murah mungkin kualitas butut,” ujar Kodrat.
KPPU mempersilahkan regulator telekomunikasi untuk membuat standar kualitas layanan agar para operator ini dapat menetapkan harganya sesuai dengan kualitas layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
Biaya yang dikeluarkan oleh operator dalam memenuhi standar kualitas layanan adalah komponen penting dalam pembentukan harga yang nantinya akan ditawarkan ke konsumen. Karena itu, harga yang diberikan ke masyarakat sesuai dengan standar kualitas layanan yang akan diberikan operator ditambah dengan margin yang wajar.
“KPPU semangatnya tidak ada tarif fixed dan tarif batas bawah. Kami ingin menciptakan persaingan usaha yang sehat dengan kualitas yang sesuai dengan apa yang dibayarkan masyarakat. Biarkan masyarakat memilih operator sesuai dengan harga dan kebutuhan serta kualitas yang diharapkan. Badan Perlindungan Konsumen juga setuju dengan usulan kami agar regulator telekomunikasi membuat standar kualitas layanan yang nantinya akan menjadi penetapan harga layanan masing-masing operator,” terang Kodrat.
Sementara itu, Kominfo melalui Indra Maulana Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo menyampaikan, berbeda dengan infrastruktur jalan dan jembatan yang dibangun dengan pembiayaan dari APBN, infrastruktur telekomunikasi yang dinikmati masyarakat dibiayai secara mandiri oleh industri tanpa melibatkan APBN. Bahkan pembiayaan di wilayah USO (Universal Service Obligation) juga berasal dari iuran 1,25% pendapatan masing-masing operator.
“Posisi pemerintah adalah melindungi kepentingan masyarakat dan kepentingan industri. Kita tak hanya mendengarkan pandangan dari masyarakat yang ingin tarif murah dan terbaik. Harga murah mana ada yang memiliki kualitas terbaik,” terang Indra.
Menurut Indra, Kominfo harus menjalankan keseimbangan agar di satu sisi konsumen bisa mendapatkan layanan telekomunikasi yang terjangkau dan di sisi lainnya Kominfo juga berkewajiban untuk terus menjaga agar operator sehat sehingga bisa tetap menjalankan usaha serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.