Techbiz.id – Dalam survei yang mengukur status literasi digital di 34 provinsi Indonesia ditemukan bahwa, kemampuan masyarakat Indonesia dalam mengenali hoaks masih rendah.
Survey tersebut menunjukkan bahwa indeks literasi digital secara nasional belum sampai level “baik”. Jika skor tertinggi adalah 5 dan terendah adalah 1, maka indeks literasi digital nasional baru 3,47 Ini baru sedikit di atas level menengah.
Direktur Riset Katadata Insight Center, Mulya Amri mengatakan, selain kemampuan mengenali hoaks masih rendah, tingkat literasi digital orang Indonesia juga masih belum cukup tinggi.
Jika dilihat lebih jauh, disampaikan oleh Mulya, sub-indeks Informasi & Literasi Data memiliki skor paling rendah.
“Pada sub-indeks ini, kami mengukur kemampuan mengolah informasi dan literasi data, serta berpikir kritis. Responden ditanyakan tentang kemampuan menyaring informasi, juga apakah ia membandingkan berbagai informasi di dunia maya sebelum memutuskan sebuah informasi benar atau tidak,” tambah Mulya.
Setidaknya 30% sampai hampir 60% orang Indonesia terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi melalui dunia maya. Sementara hanya 21% sampai 36% saja yang mampu mengenali hoaks. Kebanyakan hoaks yang ditemukan terkait isu politik, kesehatan dan agama.
Baca juga: Menkominfo Pastikan Indonesia Jadi Negara Digital Tahun 2035
Status literasi digital nasional diukur melalui survei tatap muka terhadap 1670 responden di 34 propinsi. Kerangka survei mengacu pada “A Global Framework of Reference on Digital Literacy Skills” (UNESCO, 2018).
“Responden diminta untuk mengisi 28 pertanyaan self-assessment yang disusun menjadi 7 pilar, 4 sub-indeks,” ujar Mulya.
Selain melakukan self-assessment terhadap tingkat literasi digitalnya, responden juga diminta mengisi beberapa pertanyaan untuk meng-cross check paparan, kemampuan mengenali, dan sikap terhadap hoaks, serta berbagai kebiasaan dalam mengkonsumsi berita online dan media sosial.
Mengenai kebiasaan saat di dunia maya, survei ini juga menemukan pengguna internet di Indonesia cenderung belum waspada akan pentingnya kerahasiaan data pribadi, serta masih melakukan sejumlah kebiasaan berisiko. Responden misalnya menaruh informasi pribadi seperti tanggal lahir (67,4%), nomer telepon (53,7%), dan informasi lokasi terkini (67,6%) di media sosialnya.
Yang tidak kalah menarik, survei menemukan indeks literasi digital di Indonesia wilayah tengah dan timur cenderung lebih baik daripada di Indonesia wilayah barat, yang meliputi Pulau Jawa dan Sumatera.
Skor indeks literasi digital cenderung berkorelasi positif dengan kemampuan mengenali hoaks, usia yang lebih muda, pendidikan yang lebih tinggi, jenis kelamin laki-laki, tinggal di luar pulau Jawa, dan penggunaan internetnya tidak terlalu intensif.
Ada indikasi bahwa akses internet yang semakin tersebar dan terjangkau belum diiringi dengan meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengolah informasi dan berpikir kritis.
“Survei menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di kawasan perkotaan dan di Jawa, yang memiliki akses internet yang mudah dan murah, cenderung lebih terpapar pada hoax dan berbagai kebiasaan negatif dalam mencerna berita online,” jelas Mulya.
Oleh karena itu, peningkatan literasi digital di seluruh wilayah Indonesia menjadi penting, khususnya dalam kemampuan informasi dan literasi data.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan temuan survei ini akan menjadi masukan yang sangat baik bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam penyusunan program peningkatan literasi digital.
“Perluasan jangkauan internet telah meningkatkan juga jumlah pengguna internet di seluruh Indonesia. Ini membuka berbagai kesempatan positif bagi rakyat Indonesia, namun sangat penting diiringi dengan peningkatan literasi digital. Kita ingin teknologi internet memberi dampak sebaik mungkin, sedangkan dampak buruknya kita kurangi sebanyak mungkin,” jelas Semuel.
Sementara Wakil Ketua Umum Siberkreasi bidang Riset dan Pengembangan Kurikulum, Anita Wahid mengatakan survei ini mengingatkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan literasi digital. “Kemampuan literasi yang baik, kita harapkan bisa melindungi masyarakat dari hoaks, kejahatan siber dan sebagainya,” tambah Anita.
Selain mendalami literasi digital serta kebiasaan berinternet, survei menemukan bahwa perkembangan kecepatan internet dan luasan cakupannya makin membaik pada 5 tahun terakhir.
Pengambilan sampel survei Status Literasi Digital Nasional dilakukan tanggal 18-31 Agutus 2020 dengan menggunakan multi-stage random sampling dengan teknik home visit. Total jumlah responden adalah 1670 orang, margin of error ±2,45% pada tingkat kepercayaan 95%.
Responden adalah anggota rumah tangga berusia 13 -70 tahun dan mengakses internet dalam 3 bulan terakhir.