Kamis, April 25, 2024

Transformasi Digital, Peringkat Indonesia Memalukan

Artikel ini ditulis oleh Garuda Sugardo, Anggota Dewan TIK Nasional

Hari Senin, tanggal 3 Agustus 2020 tepat seminggu yang lalu, dalam Rapat Terbatas Kabinet, Pesiden Jokowi menyampaikan “5 langkah Transformasi Digital Indonesia”; yaitu:

  1. Segera lakukan percepatan perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital dan penyediaan layanan internet;
  2. Persiapkan roadmap transformasi digital di sektor-sektor strategis;
  3. Percepat integrasi pusat data nasonal;
  4. Siapkan kebutuhan SDM bertalenta digital; dan
  5. Yang berkaitan dengan regulasi, skema pendanaan dan pembiayaan segera disiapkan secepat-cepatnya.

Instruksi Presiden tersebut sudah amat lugas dan jelas, jangan buang-buang waktu lagi, mari kita laksanakan dengan penuh semangat.

Di tataran global, implementasi Transformasi Digital sesungguhnya bukanlah barang baru. Sejak 2016, sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang supercepat, demam transformasi digital telah melanda dunia. Pelaksanaanya, beriringan dengan revolusi Industry 4.0.

Baca juga: Menunggu Kehadiran 5G di Indonesia, Ibarat Bunyi Tokek

Per definisi, transformasi digital adalah bahagian dari proses pemanfaatan teknologi maju yang penerapannya memberikan dampak perubahan pada seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Repotnya, selama ini kita telah merasa hebat dengan 340 juta pelanggan ponsel untuk 269 juta populasi di Indonesia. Bangga pula, bahwa hal ini adalah terbesar ke-4 di dunia. Kita juga merasa maju bahwa Indonesia memiliki 728 stasiun televisi. Alamak banyak nian.

Di sisi lain, jumlah provider internet kita terus bertambah dan gencar berpromosi tentang kemudahan dan akses hi-speed nya ke khalayak. Duh, lihatlah sejenak, betapa ”mengesankannya” pemandangan kabel serat optik dan tiang internet yang busyet acakadut di seantero kota kita.

Tantangan Presiden untuk percepatan program transformasi digital, semestinya disikapi sebagai reformasi sistem TIK secara totalitas dan komprehensif. Di dalamnya tercakup telekomunikasi, telematika, Internet of Things, penyiaran, pusat data, digitalisasi dan kultur ingin maju.

Perlu disadari pula bahwa perkembangan TIK yang mengarah kepada terjadinya transformasi digital suatu bangsa harus diarahkan kepada pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara.

Transformasi digital bukanlah tentang teknologi. Bukan transformasi digital namanya, bila tanpa budaya digital. Transformasi digital adalah sebuah jurney yang diawali dari penguasaan iptek digital, kemudian digitalisasi dan ultimate-nya adalah perubahan dan pembaharuan.

Sejatinya, digitalisasi adalah murni tuntutan peradaban maju. Namun pandemi covid-19 telah mendisrupsi cara hidup insan profuktif dalam bidang ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan dan perekonomian. Percepatan terbentuknya masyarakat informasi nyatanya melesat “berkat” pandemi.

Hal ini, disadari atau tidak, kemudian beradaptasi dalam pola kehidupan masyarakat sehari-hari. Luar biasa; ini adalah pencerminan sebuah wawasan global, konsepsi nasional dengan tetap menjaga kearifan lokal.

Kini, alhamdulillah negara telah hadir melembagakannya. Inilah metoda pengelolaan sebuah perubahan dan kebiasaan baru yang berbasis digitalisasi, maka kelak lahirlah transformasi digital. Semua anak bangsa wajib terlibat di dalamnya.

Di bangku kuliah Indonesia, kini ada sekitar 1,2 juta mahasiswa jurusan ilmu komputer di ratusan perguruan tinggi TIK. Artinya, setiap tahun kita menghasilkan kira-kira 300 ribu sarjana baru informatika. Sayangnya, yang siap pakai dan bertalenta transformasi digital sesuai harapan Presiden masih jauh panggang dari api.

Ini Indonesia, Bung. Banyak silo-silo yang terkadang bikin migren. Peraturan dan pelaksanaan yang tumpang tindih sudah bukan rahasia lagi di negara ini. Potensi besar kita yang seharusnya menyatu, musabab keangkuhan sektoral walhasil menjadi asinergi yang melemahkan.

No way, kalangan Akademia, Bisnis, Pemerintah, Komunitas dan Media harus berkolaborasi.

Seperti yang disampaikan Presiden Jokowi. Dengan mengambil referensi data IMD World Digital tahun 2019, daya saing digital Indonesia saat ini menempati urutan ke-56 dari 63 negara global. Bisa ditambahkan, dalam lingkup Asia, Indonesia menempati urutan ke-11 sahaja.

Untuk sebuah bangsa yang besar dan oleh Amerika telah “dinobatkan” sebagai salah satu negara maju; satu kata saja yang layak untuk peringkat digital tersebut, yaitu: memalukan!

Perintah untuk maju dengan “5 langkah transformasi digital” sudah diberikan Presiden. Orkestra ini harus digelar dengan skala prioritas. Masalahnya, dari partitur manakah simfoni ini akan dimulai; infrastruktur, peta jalan, pusat data, SDM, atau pendanaan? Jawabnya adalah: serentak!

Instrumen yang sudah ada, berupa Keppres, Perpres dan peraturan lain terkait, mari kita optimalkan dengan penuh harmoni, sinergi dan kesungguhan. Dengan penyederhanaan pelbagai regulasi, mudah-mudahan transformasi digital Indonesia segera dapat terwujud.

Layar di panggung pertunjukan telah dibuka. Namun untuk orkestra akbar ini diperlukan seorang dirigen yang handal, seperti yang lazim diterapkan di negara lain. Indonesia rasanya sudah waktunya memiliki National Chief Digital Officer yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Kapal transformasi Indonesia kini bersiap mengarungi samudera digital nan luas. Saat ini kita berada di urutan 56. Dalam beberapa tahun ke depan, kapal ini sudah harus menempati posisi di depan Thailand (posisi 40) dan mendekati Malaysia (posisi 26).

Optimis. Nenek moyang kita adalah pelaut ulung nan gagah berani. Generasi milenial adalah digitalis yang cerdas (smart) dan tangkas (agile).

Kepada Bapak Presiden, lapor: “Transformasi Digital, Indonesia pasti bisa!”

Terkait

Artikel Terkait

Memajukan Potensi Digital Bersama Gerakan 100% untuk Indonesia

Techbiz.id - Akses internet merupakan salah satu sarana terbaik untuk membuka berbagai peluang baru bagi masyarakat. Tergantung bagaimana pemanfaatannya,...