Sabtu, April 20, 2024

Kemenkeu Diminta Evaluasi Proyek Satelit SATRIA

Techbiz.id – Proyek satelit Satria yang dicanangkan BAKTI dinilai tidak memiliki transparansi.

Karena tidak adanya transparansi dan dasar perhitungan yang jelas, Pendiri dan Partner, Institute for Policy and Administrative Reform, Riant Nugroho meminta kepada Kementerian Keuangan untuk membuat tim guna melakukan evaluasi anggaran kementerian dan lembaga. Seperti pada program satelit SATRIA BAKTI.

Tim yang dibentuk nantinya harus independen yang terdiri dari internal Kementerian Keuangan dan pakar yang mengetahui betul program kementerian dan lembaga yang akan dijalankan. Tujuannya adalah agar tim tersebut dapat memberikan evaluasi yang benar.

“Presiden Jokowi dan Bu Sri Mulyani saat ini kesulitan mendapatkan pajak dari masyarakat. Setiap anggaran yang dikeluarkan dari APBN harus efektif dan efesien. Kementerian Keuangan harus melakukan penyisiran anggaran di BAKTI. Jika dirasa tidak perlu dan berpotensi memboroskan keuangan negara, Kemenkeu dapat menolak anggaran yang diajukan BAKTI. Sehingga Kemenkeu dapat menghemat anggaran,”terang Riant.

Hingga saat ini permasalahan terhadap proyek Satelit SATRIA tersebut terus menuai permasalahan. Seperti belum tersedianya ground segment dan pendanaan proyek satelit SATRIA yang direncanakan akan berada di orbit pada tahun 2022 mendatang.

Menurut Riant, dalam menetapkan daerah USO dan memutuskan perlu tidaknya mendapat bantuan telekomunikasi dari pemerintah, seharusnya BAKTI mengajak peran serta para pakar. Namun dalam penetapan daerah USO yang diberlakukan BAKTI saat ini hanya pendekatan politik. BAKTI sebenarnya tidak mengetahui esensi USO sebenarnya.

“Saat ini penetapan daerah USO dilakukan tanpa kajian kebijakan publik. Penetapan daerah USO yang selama ini dilakukan BAKTI hanya perkiraan saja. Saya menduga BAKTI tidak memiliki perhitungan yang cukup sehingga dapat dapat dipertanggung jawabkan kepeda publik,”terang Riant.

Idealnya daerah yang berhak mendapatkan bantuan pembangunan jaringan USO pemerintah adalah wilayah yang setelah dilakukan kajian cost and benefit oleh para pakar, daerah tersebut belum mendapatkan layanan telekomunikasi.

Belum adanya layanan telekomunikasi di daerah tersebut dikarenakan operator telekomunikasi melihat wilayah itu tidak komersial. Jika BAKTI tidak memiliki acaun dan perhitungan yang dapat dipertanggung jawabkan, maka program yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat ini akan sia-sia dan mubazir.

“Seharusnya pentapan daerah USO oleh BAKTI harus memiliki kreteria yang baik dan transparan. Kita pernah memiliki pengalaman pembangunan daerah USO tanpa perhitungan yang dapat dapat dipertanggung jawabkan. Contoh nyata adalah program USO untuk Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK). Akibatnya program MPLIK menjadi sia-sia dan jadi kasus di Badan Arbitrase Nasional Indonesia,”ungkap Riant.

Proyek Satelit SATRIA BAKTI menargetkan pemasangan 150 ribu ground segment. Jumlah tersebut dinilai Riant terlalu besar dan tidak tepat sasaran. Riant menduga, paling banter hanya 30% saja yang tepat sasaran.

Proyek Akal-Akalan

Riant melihat program USO yang saat ini ditangani oleh BAKTI hanya sekadar mengejar proyek saja. Seharusnya memberikan manfaat yang kepada masyarakat yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi. Di bawah kepemimpinan Menkomifo Johnny Gerard, Riant berharap program USO dapat berjalan dengan efektif dan efesien. Sehingga tidak terbengkalai seperti program USO sebelumnya yaitu MPLIK.

Pengajar kebijakan publik di Universitas Indonesia ini menyoroti kerja BAKTI yang menyandang status Badan Layanan Umum (BLU). Seharusnya BAKTI sebagai BLU itu tidak berlaku sebagai seperti perseroan terbatas yang dimilik Kominfo. Saat ini prilaku BLU Kominfo tersebut seperti operator telekomunikasi. Liat saja BAKTI yang memiliki Palapa Ring dan Satelit SATRIA. Mereka menggelola program pemerintah seperti perseroan terbatas.

BAKTI yang akan memiliki Satelit SATRIA dinilai Riant merupakan langkah yang keliru. Dahulu satelit memang dijadikan sebagai barang publik. Namun dengan kehadiran banyak operator telekomunikasi yang menggelola satelit, maka satelit bukan lagi sebagai barang publik. Tetapi barang privat. Ketika barang privat maka menghitung pengembalian modal dan keuntungan. Jika BAKTI tidak dapat menggembalikan modalnya, pertanggung jawaban duit masyarakat tersebut akan dipertanyakan. Dan itu berpotensi merugikan keuangan negara.

“Seharusnya BAKTI itu hanya mengeluarkan regulasi saja. Setelah membuat regulasi, BAKTI harus melakukan perbandingan dan pengawasan terhadap program yang dibuatnya. Bukan malah berprilaku seperti perseroan terbatas,”terang Riant.

Lanjut Riant, syarat dari BLU adalah non profit dan semata-mata hanya memberikan pelayanan kepada publik. Keberadaan BAKTI menurut Riant merupakan akal-akalan semata agar BAKTI tak berada dibawah kendali serta pengawasan Kemenkeu.

Terkait

Artikel Terkait

Memajukan Potensi Digital Bersama Gerakan 100% untuk Indonesia

Techbiz.id - Akses internet merupakan salah satu sarana terbaik untuk membuka berbagai peluang baru bagi masyarakat. Tergantung bagaimana pemanfaatannya,...