Kamis, November 14, 2024

Hadapi Covid-19, Industri Telko Butuh Suplemen

Techbiz.id – Merebaknya wabah virus Corona (Covid-19) sudah menjadi pandemi global karena luasnya penyebarannya saat ini. Wabah ini pun berdampak pada kegiatan ekonomi. Khususnya bisnis dan perdagangan sebagai motor negara.

Covid-19 pun diyakini sejumlah pihak membawa tantangan dan juga peluang bagi pelaku industri TIK Indonesia.

Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) Andi Budimansyah mengungkapkan lonjakan penggunaan internet pasca-anjuran bekerja dan sekolah dari rumah akibat Covid-19, merupakan bentuk tanggung jawab operator seluler untuk tetap bisa melayani masyarakat.

“Dalam kondisi seperti sekarang ini, semua butuh internet dan internet butuh infrastruktur telekomunikasi. Untuk menghadapi Covid-19, perlu regulasi sederhana yang cepat dengan biaya yang wajar dalam hal ini. Termasuk untuk operator telekomunikasi, jangan ada biaya-biaya yang membebani sampai ke tingkat Pemerintah Daerah. Karena tanpa operator telekomunikasi, kita tidak bisa melayani kebutuhan internet untuk bekerja dan sekolah dari rumah,” tegas Andi.

Ia mengilustrasikan, saat ini pendapatan operator seluler hanya dari menjual paket data. Sementara pendapatan dari penggunaan panggilan telepon dan pesan singkat (SMS) dipastikan menurun karena layanan OTT yang disediakan aplikator asing.

“Sayangnya biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi minimal sebesar Rp1,2 triliun tetap harus dibayarkan ke pemerintah setiap tahun, entah operator itu untung atau rugi tetap harus dibayar. Kan lucu seperti ini, sementara operator harus berinvestasi juga menggelar kabel optik, menambah jaringan dan bandwith,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, menyebut penyebaran Covid-19 telah mengubah perspektif dunia, misalnya muncul anjuran bekerja dari rumah, tentu akan memberikan dampak bagi perekonomian negara dan industri TIK Indonesia.

Namun jika dilihat dari sisi positif, Covid-19 juga membuka peluang bagi operator seluler karena peningkatan penggunaan internet, aplikasi, dan kecerdasan buatan untuk mempermudah kebutuhan manusia.

“Ada 3 hal yang bisa diterapkan dalam proses transformasi teknologi: Pertama, Visi dan Kepemimpinan yang bisa membawa potensi negatif dari teknologi menjadi positif. Kemudian kedua, adanya inovasi dan adopsi teknologi baru. Ketiga, perlu diterapkan dalam budaya dan transformasi organisasi,” kata Heru.

Diingatkannya, tahun 2020 akan sangat menantang bagi industri TIK karena faktor disrupsi teknologi dan Covid-19.

“Disrupsi teknologi mengubah banyak hal dari sisi bisnis, kompetisi, adopsi dan inovasi teknologi, sampai kultur dan struktur organisasi perusahaan. Jumlah wisatawan akan menurun dan investasi asing juga. Bagaimana mau mikir investasi, kalau setiap negara mikir rakyatnya sendiri. Diperlukan visi dan kepemimpinan inovasi dan adopsi teknologi serta transformasi,” ujarnya.

Dampak Covid-19

Pengamat Telekomunikasi Kamilov Sagala mencatat setidaknya ada dua dampak langsung Covid-19 bagi pelaku TIK. Pertama adalah keterlambatan pasokan perangkat jaringan, dan juga dukungan teknis bagi solusi atau use case layanan baru terhambat akibat terbatasnya tenaga ahli dari vendor yang berasal dari negara terdampak Covid-19.

“Kemudian dampak terbesar bagi operator adalah potensi naiknya biaya belanja modal infrastruktur jaringan dan operasional maintenance untuk mempertahankan layanan 7×24. Karena itu perlu diberikan insentif bagi operator, misal penundaan implementasi validasi IMEI ponsel yang butuh investasi besar ,” kata Kamilov.

Analis Pasar Modal Reza Priyambada menambahkan, merebaknya Covid-19 otomatis akan berdampak pada emiten dari sektor TIK tahun ini.

“Industri TIK sempat membaik tahun 2019 lalu, setelah pada 2018 terjadi penurunan kinerja emiten telekomunikasi. Lalu perang harga juga masih mewarnai industri ini, terlihat dari data yield yang semakin turun secara angka year per gigabyte. Tahun ini juga masih ada potensi yang menjanjikan di pertumbuhan konsumsi layanan data serta peningkatan smartphone yang semakin besar, perbankan, dan infrastruktur B2B,” ujar Reza.

Sementara Pengamat Telekomunikasi Mastel Nonot Harsono menilai Covid-19 juga bisa memberikan hikmah bagi operator seluler di Indonesia. Diprediksinya, wabah virus Corona ini akan menunda rencana sejumlah investasi besar dari pemain asing seperti Facebook dan Google di Indonesia.

“Keduanya sempat melakukan pendekatan ke pemerintah dengan iming-iming akan membangun infrastruktur digital. Padahal kalau mereka berdua masuk, akan mematikan bisnis operator seluler nasional yang memperoleh pendapatan dari berjualan paket data semata,” kata Nonot.

Nonot mengharapkan pemerintah memiliki kesadaran untuk mengelola disrupsi yang tengah terjadi agar yang terjadi transformasi positif di industri TIK.

“Disrupsi bukan harus dipuja tetapi dikendalikan menjadi transformasi yang positif dengan pelaku industri nasional. Jangan sampai bunuh-bunuhan. Kalau mereka (asing) bisa masuk dengan keyword investasi, ya akhirnya mematikan,” imbuhnya.

Ia menambahkan, anjuran untuk bekerja dan sekolah dari rumah juga membutuhkan layanan internet yang kencang.

“Operator telekomunikasi di Amerika Serikat bersedia memberikan paket data gratis selama 2 bulan bagi konsumennya. Tetapi disana ARPU-nya stabil di level USD10 dolar atau sekitar Rp140 ribu. Kira-kira di Indonesia bisa nggak tuh diterapkan operator seluler nasional yang ARPU-nya masih sekitar Rp 40 ribu. Kalau ada selisih seperti itu, kira-kira pemerintah bisa masuk memberi insentif nggak?” pungkasnya.

Terkait

Artikel Terkait

Memajukan Potensi Digital Bersama Gerakan 100% untuk Indonesia

Techbiz.id - Akses internet merupakan salah satu sarana terbaik untuk membuka berbagai peluang baru bagi masyarakat. Tergantung bagaimana pemanfaatannya,...