Kamis, Mei 2, 2024

Pemerintah Harus Bijak Kelola Anggaran Transformasi Digital

Techbiz.id – Pemerintah diminta ekstra hati-hati dalam mengelola anggaran transformasi dgital yang direncanakan pemerintah mencapai Rp14,7 triliun.

Dana tersebut dipergunakan untuk transformasi digital dan akses internet 12.500 desa/ kelurahan daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) di Indonesia.

Menurut Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi pemerintah harus hati-hati karena diperkirakan hingga tahun 2021, ekonomi Indonesia masih belum membaik. Kontraksi ekonomi masih akan terus terjadi. Sehingga akan mempengaruhi pendapatan negara baik dari pajak maupun non-pajak.

Baca juga: Indonesia dan AS Jajaki Kerjasama TIK

Sementara defisit anggaran tahun depan diperkirakan mencapai 5,50% dari PDB atau Rp 971,2 triliun dan pembayaran hutang mencapai Rp 373 triliun.

“Melihat dari kenyataan tersebut saya memperkirakan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di tahun 2021 berpotensi mengalami penundaan. Meski Menkominfo mengatakan akan menggunakan dana non pajak, namun saya perkirakan tidak akan mencukupi,” terang Uchok.

Lanjut Uchok, sebenarnya Menkominfo Johnny G. Plate memiliki banyak pilihan untuk memberikan layanan telekomunikasi di 12.500 desa yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi, tanpa harus menimbulkan beban berat bagi keuangan negara.

“Tinggal Menkominfo yang memutuskan langkah mana yang akan menjadi prioritas dalam penggelaran dan penggunaan teknologinya,” tegasnya.

Uchok menyarankan kepada Menkominfo untuk terlebih dahulu memetakan daerah 3T mana saja yang menjadi target jangka pendek, menengah dan panjang program pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi. Termasuk teknologi yang akan dipakai serta potensi dan infrastruktur dasar yang dimiliki di wilayah tersebut.

“Ini membutuhkan kecepatan dan kecerdasan serta kapasitas yang mumpuni dari jajaran Kemenkominfo. Sehingga dengan anggaran yang terbatas pencapaian pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi yang menjadi ojektif pemerintah dapat tercapai,” terang Uchok.

Dengan dana yang terbatas, opsi yang menurut Uchok paling terjangkau dan mudah untuk dieksekusi Menteri Johnny adalah dengan memanfaatkan jaringan Palapa Ring yang sudah tergelar.

Mengutamakan pemanfaatan jaringan Palapa Ring yang sudah tergelar menurut Uchok merupakan keinginan Presiden Jokowi. Apalagi dulu yang meresmikan juga Presiden Jokowi.

Cara untuk memanfaatkan serta meningkatkan utilisasi Palapa Ring menurut Uchok dapat dilakukan dengan menggunakan dana APBN 2021 untuk membuat jaringan backhaul fiber optik maupun microwave link.

Saat ini Pemerintah sudah menyediakan Sistem Komunikasi Kabel Bawah Laut (SKKL) Palapa Ring Paket Barat, Palapa Ring Paket Tengah dan Palapa Ring Paket Timur. Utilisasi Palapa Ring dari 3 paket tersebut masih jauh di bawah harapan.

Contohnya saja Palapa Ring Paket Barat yang terdiri dari 24 core (12 pair) dengan kapasitas masing-masing pair 100 Gbps. Hingga saat ini PT Palapa Ring Barat selaku operator baru memanfaatkan 1 pair kapasitas yang ada di jaringan Palapa Ring Barat. Dari 1 pair kapasitas yang dimanfaatkan PT Palapa Ring Barat, utilisasinya pun masih terbilang rendah yaitu hanya 30%.

Memperhatikan besarnya kapasitas yang masih ideal, seharusya Pemerintah melalui Kemenkominfo di bantu BPK dapat melakukan evaluasi menyeluruh terlebih dahulu mengenai kapasitas dan utilisasi Palapa Ring.

Penggunaan Satelit

Jika daerah yang disasar Kemenkominfo memiliki geografis yang menantang dan tak memungkinkan dijangkau oleh jaringan Palapa Ring, Pemerintah bisa memilih opsi untuk menggunakan satelit yang telah dioperasikan operator telekomunikasi.

Jika kapasitas satelit sudah tidak memungkinkan lagi, Uchok meminta agar pemerintah juga bisa mempertimbangkan untuk menggunakan satelit Starlink atau Low Earth Orbit Satellite (LEO).

Dari kajian awal terlihat anggaran yang dibutuhkan untuk satelit jenis ini lebih rendah. Namun, sebagai teknologi yang masih baru, tentunya kajian menyeluruh perlu dilakukan guna memastikan pilihan ini tidak membebani keuangan negara di masa mendatang.

Ditanya pendapatnya tentang SATRIA, Uchok menjawab bahwa SATRIA bukan solusi yang bisa dipilih karena tidak sesuai dengan keinginan presiden dan juga bukan prioritas saat ini.

Baca juga: Pembayaran Satelit SATRIA Harus Sesuai Kapasitas yang Digunakan

“SATRIA itu kan masih bermasalah dengan pendanaannya. Kalaupun selesai, paling cepat 2023 baru bisa diluncurkan. Sedangkan presiden ingin solusi internet segera karena kondisinya sedang pandemi Covid-19. Jadi jelas, SATRIA itu bukan solusi,” terang Uchok.

Dilihat dari sisi anggaran, SATRIA tentu akan mengurangi kemampuan pemerintah dalam mendanai jaringan telekomunikasi di daerah 3T. Dana untuk pengadaan satelit saja Rp21 triliun.

Belum termasuk ground segment, biaya operasional, serta availability payment yang setiap tahun harus dibayar pemerintah meskipun satelit tidak digunakan.

“Jangan terkecoh dengan statement BAKTI selama ini yang menyebutkan bahwa mereka telah berhasil mendapatkan pendanaan dari China dan Perancis. Pendanaan itu kan pinjaman yang harus dikembalikan beserta imbal hasilnya. Artinya kan BAKTI berhutang, dan akan dibayar pakai APBN tiap tahun dalam bentuk availability payment. Belum lagi pinjaman tersebut tidak 100% langsung dapat mendanai SATRIA, ujung-ujungnya APBN yang akan dijadikan tumbal untuk menutupi kekurangan,” jelas Uchok.

Guna mendukung program pemerintah Presiden Jokowi, Uchok juga menyarankan agar Kemenkominfo dapat berdialog dengan perusahaan telekomunikasi yang tergabung dalam Asosiasi untuk mencari solusi yang terbaik pengadaan jaringan telekomunikasi di daerah 3T.

Terkait

Artikel Terkait

Memajukan Potensi Digital Bersama Gerakan 100% untuk Indonesia

Techbiz.id - Akses internet merupakan salah satu sarana terbaik untuk membuka berbagai peluang baru bagi masyarakat. Tergantung bagaimana pemanfaatannya,...