Selasa, April 30, 2024

Aturan Turunan PP Postelsiar Harus Redam Konten Negatif

Techbiz.id – setelah terbitnya PP No 46 tahun 2021 tentang Postelsiar tantangannya sekarang adalah bagaimana Pemerintah dapat membuat aturan turunan dari PP Postelsiar ini agar sejalan dengan cita-cita UU Cipta Kerja yaitu meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia.

Menurut Pengamat Telekomunikasi Kamilov Sagal, peraturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Kominfo harus mencakup detail pelaksanaan kerja sama penyelenggara OTT dengan penyelenggara telekomunikasi serta Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pajak Penghasilan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik yang dilakukan oleh penyelenggara OTT.

“Karena selama ini OTT asing tidak pernah diatur, maka Pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan dan Kemenkominfo harus dapat mengantisipasi pembangkangan yang akan dilakukan oleh OTT asing tersebut. Seharusnya OTT asing tersebut bayar triliunan rupiah, tapi jumlah yang diterima negara tidak signifikan. Pemerintah harus bisa mengantisipasi ini,”terang Kamilov.

Baca juga: OTT Asing Rugi Jika Hengkang dari Indonesia

Bukti dari pembangkangan OTT asing terhadap kewibawan Negara Indonesia dapat dilihat dari masih banyak OTT asing yang tidak memiliki badan hukum di Indonesia. Karena tidak memiliki badan hukum di Indonesia, maka pemerintah tidak dapat dengan mudah menungut pajak penghasilan (PPh).

Bukti lainnya dari pembangkangan OTT ini dapat dilihat dari masih rendahnya OTT asing untuk mendaftarkan aplikasinya di Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Padahal aturan mengenai kewajiban OTT asing untuk mendaftar di PSE Kemenkominfo ini sudah ada.

“Harusnya regulator dalam hal ini Dirjen APTIKA dapat dengan tegas memaksa agar OTT asing mendaftarkan aplikasinya di Kemenkominfo. Ini kesalahan Dirjen APTIKA karena melakukan pembiaran. Karena dari sisi regulasi, dia diberikan kewenangan untuk mengatur OTT. Namun tak dijalankan,”terang Kamilov.

Akibat tidak tegasnya Dirjen APTIKA, hingga saat ini masih banyak konten negatif yang muncul di OTT asing. Salah satunya adalah Netflix. Di aplikasi Netflix tayangan seperti pornografi, LGBT dan kekerasan masih dapat diakses oleh masyarakat Indonesia.

Menurut Kamilov, Dirjen APTIKA sudah melakukan pembiaran terhadap maraknya konten negatif di OTT asing yang disebarkan di Indonesia. Padahal konten tersebut sangat merugikan masyarakat.

“Sudah sewajarnya kinerja Dirjen APTIKA dievaluasi mendalam oleh Menkominfo. Karena sudah memasuki tahapan paling serius yaitu pembiaran. Lalu mesin pengais (crawling) konten negatif seharga Rp 200 miliar tersebut harusnya juga dievaluasi efektifitasnya. Beli barang yang mahal tapi nggak efektif penggunaannya. Kalau efektif konten negatif seperti LGBT dan pornografi tidak ada lagi,” ungkap Kamilov.

Saat ini beredar kabar Ditjen APTIKA akan merencanakan pengadaan perangkat untuk memantau trafik OTT asing. Tujuannya untuk memvalidasi keuntungan yang didapatkan OTT asing dengan pembayaran pajak yang dilaporkan ke Ditjen Pajak. Kamilov tak sependapat dengan rencana Dirjen APTIKA yang ingn melakukan pengadaan perangkat untuk memantau trafik.

Untuk melakukan verifikasi pendapatan OTT asing menurut Kamilov mudah sekali. Cukup kawal dan evaluasi kewajiban kerja sama dengan operator telekomunikasi. Operator telekomunikasi memiliki data yang sangat lengkap.

“Jadi ngapain Ditjen APTIKA melakukan pemborosan uang Negara dan pengadaan perangkat disaat anggaran negara berat. Jangan memaksakan untuk pengadaan alat yang tidak efektif dan tidak mudah dalam operasionalnya,” kata Kamilov.

Terkait

Artikel Terkait

Memajukan Potensi Digital Bersama Gerakan 100% untuk Indonesia

Techbiz.id - Akses internet merupakan salah satu sarana terbaik untuk membuka berbagai peluang baru bagi masyarakat. Tergantung bagaimana pemanfaatannya,...