Minggu, November 10, 2024

Mata Uang Kripto Jadi Favorit Serangan Siber

Techbiz.id – Acronis Cyberthreats Report 2022 mencatat sejumlah tren serangan siber yang terjadi di tahun 2021 serta prediksi di tahun 2022. Laporan tersebut menyebutkan bahwa mata uang kripto adalah salah satu sasaran favorit serangan siber.

Dijelaskan dalam laporan Acronis tersebut, Infostealer dan malware yang menukar alamat dompet digital menjadi sebuah realitas pada masa kini.

“Kami memprediksi adanya serangan siber sejenis yang lebih besar yang dilancarkan secara langsung terhadap kontrak pintar pada tahun 2022, menyerang program-program di inti mata uang kripto,” sebut Acronis dalam laporannya.

Serangan terhadap aplikasi Web 3.0 juga akan lebih sering terjadi dan serangan baru yang semakin canggih seperti serangan pinjaman kilat akan memungkinkan penyerang menguras jutaan dolar dari kumpulan mata uang kripto.

Selain itu, phishing masih menjadi vektor serangan utama. 94% malware dikirimkan melalui email menggunakan teknik rekayasa sosial untuk mengelabui pengguna agar membuka lampiran atau tautan berbahaya, phishing telah menduduki posisi pelanggaran tertinggi bahkan sebelum pandemi.

Pelanggaran ini masih terus berkembang pesat: tahun ini saja, Acronis melaporkan 23% lebih banyak pemblokiran email phishing dan 40% lebih banyak email malware di Q3, dibandingkan dengan Q2 di tahun yang sama.

Baca juga: Cek Segera! Ini Aset Kripto Ilegal yang Ditutup OJK

Pelaku phishing juga disebutkan mengembangkan trik baru dan beralih ke messenger. Penargetan OAuth dan alat autentikasi multifaktor (MFA) saat ini menjadi trik baru yang memungkinkan penjahat mengambil alih akun. Untuk melewati alat anti-phishing umum, mereka akan menggunakan pesan teks, Slack, obrolan Teams, dan alat lain untuk serangan seperti penyusupan email bisnis (BEC).

Acronis juga menyebut bahwa tahun ini tercatat sebagai yang terburuk dalam al serangan siber, tidak hanya untuk banyak organisasi, tetapi juga untuk banyak negara termasuk Indonesia, negara yang sekarang sedang berjuang untuk memerangi “pandemi cyber” global.

Selain itu, terlepas dari upaya terbaik mereka, sebagaimana yang ditunjukkan oleh survei terbaru Acronis sendiri, orang di Indonesia masih tidak menggunakan alat perlindungan cyber apa pun.

Serangan malware tetap menjadi fenomena global dan setiap negara harus melawannya. Meninjau deteksi malware yang dinormalisasi dalam penelitian kami, kami melihat negara-negara seperti Taiwan, Singapura, Tiongkok, dan Brasil memiliki tingkat deteksi lebih dari 50%.

Kami melihat statistik serupa untuk serangan ransomware yang diblokir: UEA berada di peringkat ke-33 secara global, bertanggung jawab atas 0,3% dari semua deteksi global — meningkat 63% dari Oktober 2021 — sementara Afrika Selatan berada di peringkat ke-30 secara global, bertanggung jawab atas 0,4% dari semua deteksi — meningkat 64% dari Oktober 2021.

Sementara serangan ransomware jelas meningkat di APAC, tingkat deteksi malware yang tinggi berarti bahwa negara-negara lebih memperhatikan perlindungan cyber dengan meningkatkan kemampuan deteksi mereka.

Simak artikel keamanan siber menarik lainnya:

Terkait

Artikel Terkait

Memajukan Potensi Digital Bersama Gerakan 100% untuk Indonesia

Techbiz.id - Akses internet merupakan salah satu sarana terbaik untuk membuka berbagai peluang baru bagi masyarakat. Tergantung bagaimana pemanfaatannya,...